Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Demak
Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Demak
Kerajaan Demak atau yang dikenal juga dengan nama Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam terbesar pertama di Pulau Jawa yang berlokasi di pantai utara (pesisir) Jawa. Pada awalnya, Demak hanyalah sebuah kadipaten kerajaan Majapahit.
Latar belakang berdirinya kerajaan Demak
Kerajaan Demak dianggap sebagai penerus kerajaan Majapahit karena sang pendiri kerajaan, yaitu Raden Patah dianggap sebagai keturunan Majapahit terakhir. Lahirnya kerajaan Demak, tidak lepas dari kemunduran yang dialami oleh kerajaan Majapahit.
Menjelang akhir abad ke-15, banyak kadipaten-kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Majapahit mulai memisahkan diri, dan tidak sedikit adipati yang saling serang untuk memperebutkan tahta Majapahit. Kondisi tersebut menyebabkan Majapahit mengalami kemunduran dan kemudian mulai runtuh.
Salah satu kadipaten yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit pada saat itu adalah kadipaten Demak. Ketika terjadi pergolakan (perebutan kekuasaan) Demak yang dipimpin oleh Raden Patah memanfaatkan situasi politik tersebut untuk melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Demak adalah salah satu kadipaten di bawah Majapahit yang kental dengan corak Islam di wilayah pantai utara Jawa. Atas dasar itulah kemudian banyak wilayah-wilayah lain yang ikut menggabungkan diri dengan Demak. Tidak butuh waktu lama, kekuasaan kerajaan Demak pun tumbuh dan meluas.
Kerajaan Islam terbesar di Jawa
Kerajaan bercorak Islam pertama sekaligus terbesar di Jawa adalah kerajaan Demak. Salah satu alasan mengapa kerajaan ini tumbuh dan berkembang dengan pesat dalam waktu singkat, tidak lepas dari pengaruh dan dukungan Walisongo.
Karena adanya unsur religius (di dukung oleh Walisongo) itulah yang membuat Demak dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di nusantara.
Beberapa kerajaan yang menggabungkan diri dengan Demak pada waktu itu antara lain: Sunda Kelapa, Banten, hingga Cirebon. Bergabungnya wilayah-wilayah lain yang memiliki basis pelayaran dan perdagangan besar seperti Sunda Kelapa membuat kerajaan Demak semakin kuat. Terlebih, pada tahun 1511, Pelabuhan Malaka yang saat itu menjadi salah satu pelabuhan sekaligus pusat perdagangan populer jatuh ke tangan Portugis.
Pelabuhan Malaka jatuh ke tangan Portugis
Peristiwa jatuhnya Pelabuhan Malaka ke tangan Portugis membuat banyak pedagang Muslim enggan berdagang di Malaka dan kemudian beralih ke Demak. pada masa itu, Pelabuhan Demak mulai tumbuh menjadi salah satu pelabuhan besar yang menghubungkan jalur-jalur perdagangan di nusantara. Sehingga, tidak sulit bagi para pedagang yang sebelumnya aktif berdagang di Pelabuhan Malaka beralih ke Pelabuhan Demak.
Pada masa-masa awal, kerajaan Demak memiliki dua pelabuhan utama yaitu, pelabuhan niaga berlokasi di sekitar Bonang dan pelabuhan militer yang berada di Teluk Wetan (Jepara).
Masa keemasan kerajaan Demak
Memasuki abad ke-16, kerajaan Demak tumbuh menjadi salah satu kerajaan Islam terkuat di Jawa yang kekuasaannya meliputi pulau Jawa dan beberapa wilayah nusantara lainnya.
Ketika berada di bawah kekuasaan Sultan Trenggana, Demak menjadi salah satu kerajaan paling disegani dan paling besar di nusantara. Di bawah kekuasaannya jugalah Demak berada di masa keemasan.
Raja Raja Demak
1. Raden Patah
Kehidupan politik di kerajaan Demak dimulai dari Raja Demak pertama yaitu Raden Patah yang bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Raden Patah kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus pada tahun 1507.
2. Pati Unus
Pati Unus dikenal pemberani dan pernah memimpin penyerangan ke Pelabuhan Malaka yang pada saat itu dikuasai oleh Portugis. Hanya saja, serangan yang dilakukan oleh Pati Unus beserta pasukan lautnya belum membuahkan hasil. Walau demikian, karena keberaniannya tersebut, Pati Unus mendapatkan gelar Pangeran Sabrang Lor.
Masa kekuasaan Pati Unus berakhir pada tahun 1521. Setelah wafat, tahta kerajaan diambil alih oleh adiknya yang bernama Trenggana. Trenggana menjadi raja setelah sebelumnya membunuh Pangeran Sekar (Pangeran Surowiyoto).
3. Sultan Trenggana
Sebagai pewaris tahta, Sultan Trenggana melanjutkan upaya kerajaan Demak meredam pengaruh Portugis yang pada saat itu mulai meluaskan pengaruhnya hingga ke Kerajaan Sunda. Portugis bisa mendirikan kantor di Sunda Kelapa karena telah mendapat izin dari raja Salman (Raja Sunda/Pajajaran yang menguasai Sunda Kelapa).
Tidak tinggal diam, Sultan Trenggana mengutus Fatahillah atau yang dikenal dengan Faletehan untuk mencegah upaya Portugis tersebut. Fatahillah dan pasukannya berhasil mengalahkan tentara Portugis dan mengusirnya dari Sunda Kelapa. Sejak saat itu, Sunda Kelapa kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta.
4. Pangeran Mukmin (Pangeran Prawoto)
Sultan Trenggana wafat pada tahun 1546 ketika melakukan penyerangan ke Pasuruan. Tampuk kepemimpinan kemudian diambil alih oleh Pangeran Prawoto, yaitu putra tertua Sultan Trenggana.
5. Arya Penangsang
Pangeran Prawoto dibunuh oleh Arya Penangsang (Bupati Jipang). Arya Penangsang adalah Putra Pangeran Surowiyoto yang mati dibunuh oleh Sultan Trenggana.
Selain membunuh Sunan Prawoto beserta istrinya, para pengikut Arya Penangsang juga membunuh Adipati Jepara yang bernama Pangeran Hadiri. Pembunuhan tersebut menyebabkan banyak adipati lain yang berada di bawah kekuasaan Demak menaruh dendam pada Arya Penangsang. Termasuk salah satunya adalah Joko Tingkir (Adipati Pajang).
Keruntuhan kerajaan Demak
Pada tahun 1554, Joko Tingkir melakukan pemberontakan. Dalam peristiwa pemberontakan tersebut, Arya Penangsang terbunuh. Pembunuh Arya Penangsang adalah Sutawijaya. Sutawijaya adalah anak angkat Joko Tingkir. Terbunuhnya Arya Penangsang menandai akhir dari kerajaan Demak.
Leave a Reply