Rumah Adat DKI Jakarta
Rumah Adat DKI Jakarta
DKI (Daerah khusus Ibukota) Jakarta, adalah ibukota negara Indonesia sekaligus kota terbesar di Indonesia yang jumlah penduduknya mencapai 10.187.595 jiwa (Sensus 2011). Faktanya, ini merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang statusnya setara dengan sebuah provinsi. Jakarta berada di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa. Sebelum bernama Jakarta seperti sekarang ini, dahulu Jakarta pernah memiliki beberapa sebutan, mulai dari Sunda Kelapa, Jayakarta, hingga Batavia.
Nama Jakarta sendiri digunakan sejak masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama tersebut digunakan untuk menyebut wilayah bekas ‘Gemeente Batavia’ yang sebelumnya diresmikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905.
Kependudukan
Menurut sensus penduduk tahun 2000, penduduk Jakarta sebagian besar berasal dari suku: Jawa (35,6%), Betawi (27,65%) (suku asli), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%).
Kebudayaan
Budaya Jakarta adalah budaya mestizo, yaitu budaya campuran dari berbagai macam etnis yang sudah berlangsung sejak zaman Belanda. Selain menyerap budaya-budaya dari Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis; budaya Jakarta juga menyerap budaya dari luar seperti, budaya Arab, India, Cina, hingga Portugis.
Bahasa yang digunakan sebagian besar masyarakatnya adalah bahasa Indonesia dengan dialek Betawi.
Rumah adat DKI Jakarta
Rumah adat DKI Jakarta adalah rumah adat suku Betawi, yang dianggap sebagai masyarakat asli Jakarta. Rumah adat tersebut dinamakan “Rumah Kebaya.” Karena apabila dilihat dari samping, bentuknya seperti pelana yang dilipat-lipat dan menyerupai lipatan kebaya.
Suku Betawi sebenarnya memiliki 3 rumah adat yaitu, Rumah Kebaya yang telah disebutkan sebelumnya, kemudian ada juga Rumah Joglo dan Rumah Gudang. Namun, rumah adat suku Betawi (Rumah Kebaya) adalah yang tercatat secara resmi sebagai rumah adat DKI Jakarta.
Arsitektur rumah adat DKI Jakarta
Arsitektur rumah adat ini memiliki ciri khas tersendiri, ditandai dengan teras berukuran cukup luas, yang dimanfaatkan sebagai tempat menjamu tamu atau tempat bersantai (keluarga).
Dinding-dinding rumah terdiri atas panel-panel yang bisa digeser ke samping untuk dibuka. Manfaatnya adalah untuk membuat rumah agar terasa lebih luas.
Berdasarkan sifatnya, rumah adat ini dibagi menjadi dua, yaitu: bagian depan dianggap sebagai ruangan semi publik dimana setiap orang bebas melihat segala sesuatu yang ada/dilakukan di sana. Sedangkan yang kedua adalah bagian belakang yang lebih private atau bersifat pribadi. Umumnya hanya boleh dilihat oleh anggota keluarga terdekat pemilik rumah.
Material yang digunakan untuk dinding rumah adalah kayu nangka atau kayu gowok. Biasanya dicat dengan menggunakan cat berwarna kuning atau hijau. Bahan lainnya yang sering digunakan sebagai dinding rumah adalah anyaman bambu atau gedek (dengan atau tanpa pasangan bata) di bagian bawahnya. Sedangkan daun pintu dan daun jendela umumnya menggunakan rangka kayu yang diberikan ventilasi berbentuk horizontal.
Bagian atap menggunakan konstruksi kuda-kuda dan gording. Bahan yang digunakan adalah kayu nangka atau kayu kecapi yang sudah tua. Untuk menutup atap, masyarakat Betawi umumnya memanfaatkan genteng atau daun kirai yang dianyam.
Untuk hiasan rumah, masyarakat Betawi sering menghias rumah mereka dengan berbagai jenis ukir-ukiran pada dinding atau pada daun jendela dan daun pintu. Selain itu, rumah Betawi juga sering dipercantik dengan menempatkan ukiran tembus. Yang diletakkan pada lubang ventilasi dinding bagian depan.
Ruangan di dalam rumah adat Betawi
Rumah adat Betawi memiliki ruangan-ruangan yang digunakan untuk tujuan tertentu seperti rumah modern saat ini, yaitu:
- Teras. Adalah ruangan yang sering digunakan untuk menerima tamu. Umumnya dilengkapi dengan kursi yang terbuat dari kayu jati. Atau sering juga dimanfaatkan sebagai tempat temu keluarga.
Adat Betawi “mensakralkan” lantai teras depan sehingga perlu dibersihkan secara rutin. Tujuannya adalah untuk menghormati setiap tamu yang datang.
- Raung tamu. Dalam istilah setempat ruang tamu disebut “paseban.” Pintu masuk paseban umumnya diletakkan di bagian tengah. Pintu ini biasanya diberikan hiasan berupa ukiran dan renda-renda.
- Ruang keluarga. Ruangan ini disebut “pangkeng.”
- Kamar. Adalah ruangan yang difungsikan sebagai tempat tidur.
- Dapur (srondoyan). Umumnya berada di bagian paling belakang.
Leave a Reply